Sabtu, 04 April 2009
KELELAHAN
yang lahir dari kerja sehari suntuk
lalu kau menghitung-hitung duit
dan aku menghitung-hitung menit
pada jam yang bergantung
di dinding kelambu tua itu
waktu terus menghimpit kita
membuat kita diam menerima saja
apalah artinya nasib
apalah artinya nasib
kita sudah terbiasa
dengan kelelahan ini
kelelahan yang lahir
dari ketuaan
memanjati tangga-tangga usia
dan kitapun jatuh ditimpa olehnya
AKHIR PERJALANAN
masih terus berdiri
seperti terumbu
di tengah badai
seperti hari ini dan esok
dalam satu sosok
bersatu menentang masa depan
kau mengukir jejak
di telapak tangan, dan
juga di batu-batu
di lumpur-lumpur
di debu-debu kota
tak terhapus
hingga akhir perjalanan
pengalaman demi pengalaman
menumpuk seperti sampah
membusuk dan meragi
sehingga aku harus berkata lain
pada sebuah keyakinan
Rabu, 01 April 2009
MAAFKAN AKU, FANNY
mengintip lewat celah-celah waktu
jalanan di luar semakin berkabut
dalam kelesuanku selama ini
sedikit saja anggur kasih kau tuangkan
sedikit saja aku berbaring tak bermimpi
dan tidur nyenyak
meski kasur tak lagi empuk seperti dulu
lantang suaramu dalam bingung
membangunkan aku dan memandang
sampai kerelung terdalam hatimu yang kecewa
maafkan aku, Fanny
dalam hati aku banyak menyimpang
membiarkan kau dalam dingin dan kuyup rindu
kita akan selalu lagi bersatu
sehabis aku pulang bertualang
dari pantai ke pantai daerah persinggahan
82.
SKETSA-SKETSA
perjalanan demi perjalalan
yang kita tempuh
sejauh yang kita mampu
hanya bias berkata
astaga…
betapa aku telah alpa
membaca tanda-tanda
dan mengingat-ingat alamat
sebuah cerita dongeng masa kanak-kanak
apakah Dia ada di langit
entah di mana
yang nyata ketika sekarat
di ambang pelupuk mata
wajahmu Ayah…
wajahmu Ibu…
memanggil dan memanggil
kemarilah anakku
aku sudah bercucu, Ayah! Ibu!
rasanya tidaklah berat
melepas beban di pundak
dan mengakhiri perjalanan yang jauh ini
astagafirullah…
betapa sepi di sana…
Biringkassi, 7 Desember 1995